PPDB, Penerimaan Peserta Didik Baru atau Perebutan Peserta Didik Baru?
Oleh : Uswatun Hasanah S.Pd
Bulan Juli merupakan awal tahun ajaran baru bagi dalam dunia pendidikan. Sebagai pembuka tahun, tentunya pihak sekolah disibukkan dengan berbagai macam kegiatan. Seperti orientasi siswa baru dan penyusunan administrasi sekolah. Tetapi bukan itu saja, sebelum memulai tahun ajaran baru, sekolah sudah disibukkan dengan kegiatan daftar ulang siswa yang naik kelas dan kegiatan penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Penerimaan peserta didik baru merupakan agenda tahunan masing-masing lembaga pendidikan, muali dari jenjang Play Group hingga Sekolah Menengah. Sebagaimana dikutip dalam Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 13 Tahun 2017 pasal 1 ayat 17 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menegah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa menyebutkan bahwa penerimaan peserta didik baru yang selanjutnya disingkat PPDB, adalah kegiatan penerimaan calon peserta didik kelas 1 (satu), kelas 7(tujuh), dan kelas 10 (sepuluh). Tujuan PPDB menurut Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 13 Tahun 2017 pasal 2 adalah untuk memberi kesempatan bagi warga negara usia sekolah untuk memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas serta mendorong peningkatan akses layanan pendidikan.
Untuk mencapai tujuan PPDB tersebut, pihak sekolah melakukan seleksi terhadap para calon peserta didik. Seleksi ini bertujuan untuk  menerima peserta didik baru agar sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan yang telah ditetapkan. Tidak heran jika sekolah di kota yang memiliki kualitas bagus sangat ketat dalam penerimaan peserta didik baru. Misalkan dengan mempertimbangkan nilai raport, nilai UN, dan prestasi-prestasi non-akademis calon peserta didik. Ini dilakukan untuk mempertahankan kualitas sekolah mereka.
Kualitas peserta didik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas sekolah. Jika calon peserta didik yang diterima adalah anak-anak yang memiliki kualitas bagus di bidang akademik maupun non-akademik maka kualitas sekolah tersebut dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Tetapi sebaliknya, jika peserta didik yang diterima kurang memiliki potensi atau kurang bagus dalam  nilai akademisnya maka dapat mempengaruhi mutu sekolah tersebut.
 Persepsi tersebut nyatanya tidak berlaku di daerah pedesaan yang memiliki banyak sekolah. Salah satunya di desa Sukaraja Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur. Persaingan dalam  peningkatan mutu pendidikan bukan menjadi prioritas utama. Alangkah lucunya, yang menjadi persaingan adalah persaingan dalam mendapatkan peserta didik baru. Sehingga PPDB bukan berarti penerimaan peserta didik baru, melainkan berarti perebutan peserta didik baru.
Perebutan peserta didik baru sudah terjadi dari beberapa tahun belakangan ini. Khususnya pada tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Desa Sukaraja bukanlah desa yang memiliki wilayah cukup luas dengan penduduk yang tidak terlalu padat. Apalagi desa ini sudah mekar menajdi 3 desa sejak 2012 lalu. Tetapi ada 6 sekolah dasar (2 SD Negeri dan 4 Madrasah Ibtida’yah swasta)  dan 4 Sekolah menengah ( 1 SMP negeri dan 3 Madrasah Tsanawiyah swasta ) yang berada di sekitaran desa tersebut. Tidak heran jika selalu terjadi perebutan siswa baru setiap tahun.
Perebutan peserta didik baru merupakan masalah pendidikan, khususnya di wilayah Jerowaru Kabupaten Lombok Timur. Ini terjadi karena menjamurnya sekolah-sekolah swasta. Sekolah swasta ini biasanya dikelola oleh orang-orang setempat. Sehingga hampir semua pendidik maupun tenaga pendidiknya adalah orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Ada juga beberapa yang merupakan keluarga dari pihak yayasan. Sehingga anak-anak di sekitar sekolah swasta tersebut ditarik bahkan dipaksa untuk bersekolah di sekolah swasta tersebut. Akibatnya sekolah negeri yang berada di wilayah tersebut kekurangan murid.
Tentunya masalah perebutan peserta didik baru ini sangat memprihatinkan. Di saat sekolah-sekolah di kota besar sibuk meningkatkan kualitas sekolah dan diperebutkan oleh banyak calon siswa, di saat itu juga sekolah-sekolah di desa Sukaraja sibuk memperebutkan siswa agar mau bersekolah di sekolah tertentu. Anak-anak dibatasi kesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah negeri. Anak-anak yang mengalami hal tersebut biasanya dari keluarga yang orang tuanya kurang memahami tentang kualitas suatu sekolah.
Kualitas sekolah swasta di desa ini masih rendah jika dibandingkan dengan kualitas sekolah negerinya. Ini dilihat dari kualitas guru, sarana dan prasarana, dan prestasinya. Guru-guru sekolah swasta ini sangat sedikit yang telah lulus sertifikasi guru. Sarana dan prasarananya pun belum selengkap sekolah negeri. Bahkan belum pernah terdengar prestasi yang diraih oleh sekolah swasta ini.
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas sekolah swasta di wilayah ini adalah dana pendidikan yang terbatas. Dana hanya bersumber dari bantuan operasional sekolah (BOS). Kemudian tidak adanya sistem rekrutmen dan seleksi terhadap tenaga pendidik. Selain itu juga kepala sekolah ada yang merangkap sekaligus menjadi guru negeri di sekolah lain sehingga kurang focus dalam pengelolaan sekolah, serta ruangan sekolah yang kurang memadai.
Rendahnya mutu sekolah menyebabkan kurang percayanya masyarakat pada suatu lembaga pendidikan. Dengan demikian, orang tua siswa yang telah mengerti kualitas sekolah akan enggan untuk menyekolhkan anaknya di sekolah swasta tersebut dan memilih sekolah negeri. Oleh karena itu pihak sekolah swasta dan pihak sekolah negeri memperebutkan siswa baru. Sekolah swasta dengan power guru-gurunya berasal dari wilayah tersebut sehingga mampu membujuk orang tua siswa untuk menyekolahkan anaknya di tempat guru tersebut mengajar. Sedangkan sekolah negeri tidak mempunyai power untuk itu. Karena hampir sebagian besar guru yang berstatus pegawai negeri bukan berasal dari wilayah tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah hendaknya lebih selektif dalam memberikan izin pendirian sekolah di wilayah yang sudah memiliki banyak sekolah. Selain itu juga, sekolah-sekolah swasta tersebut hendaknya meningkatkan kualitas pengajaran dengan meningkatkan kualitas tenaga pendidiknya serta melengkapi kualitas sarana dan prasarana sekolah. Sehingga ke depan nanti diharapkan terjadi persaingan dalam mutu pendidikan,  bukan persaingan dalam perebutan peserta didik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengungkap Makna Tradisi Perak Api Mayarakat Embung Dalem bersama Papuk Cobet

Pengangguran Intelektual atau Pengangguran Intelegensia ?

Hardiknas di Nodai dengan Coret-coretan dan Obat Terlarang