Pancasila, Adakah Keadilan untuk Petani ?
![]() | ||||||
Papuk Kani, petani lansia yang tetap semangat |
Pancasila
lahir sebagai dasar negara ketika pada 1 Juni 1945 Soekarno menyampaikan
pidatonya tentang dasar Negara dalam sidang BPUPKI. Pidato ini disampaikan
secara aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan "Lahirnya
Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata
pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPK tersebut. Sehingga
oleh Presiden Joko Widodo 1 Juni ditetapkan sebagai hari Pancasila. Sejak tahun
2017 ditetapkan sebagai hari libur nasional berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 24 Tahun 2016 yang menetapkan tanggal 1 Juni 1945.
Pancasila merupakan
dasar negara yang memiliki makna sangat kompleks. Dari hablumminallah sampai hablumminannas,
dari hubungan dengan Tuhan sampai hubungan dengan manusia. Belum tentu negara lain
memiliki dasar negara seperti dasar negara kita. Makna sila pancasila dapat
dilihat dalam laman http://chua2406.blogspot.co.id/2017/05/sebelum-menempel-foto-kekinian-di-hari.html.
Dalam penjabaran
tersebut sangat jelas kita melihat makna pancasila. Namun makna dan realita
pancasila itu sendiri seperti langit dan bumi. Idealnya masih jauh dari yang
diharapkan. Kita mengetahui dan merasakan masalah yang melanda negeri ini. Salah
satu adalah masalah keadilan dan kesejahteraan.
Tentunya keadilan
dan kesejahteraan bagi kaum bawah, kaum lemah. Salah satunya petani. Saya dilahirkan
dan dibesarkan dari keluarga petani. Sehingga mengetahui dengan baik suka duka
menjadi petani. Khususnya para petani diwilayah saya sendiri di Kecamatan
Jerowaru Kabupaten Lombok Timur, NTB.
Jerowaru
merupakan daerah kering, kekurangan air. Jenis tanaman yang bisa ditanam juga
terbatas. Seperti padi, jagung, tembakau, cabai, dan beberapa tanaman lain yang
bisa hidup di daerah panas. Menjadi petani di wilayah ini tentu sudah menjadi
pilihan hidup bagi mereka yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Dengan keterbatasan
air dan hanya mengandalkan air hujan, kami hanya bisa menaman padi pada saat
musim hujan, tetapi di wilayah Jerowaru bagian selatan hampir semua tanah ditanami
jagung. Dan saat musim kemarau hampir sebagain besar masyarakat Jerowaru
menanam tembakau.
Dapat dibayangkan,
para petani diwilayah ini hanya mengandalkan hasil padi dan hasil tembakau yang
tidak seberapa. Jika musim hujan tiba, para petani disini mulai membeli benih,
menggarap sawah, membeli pupuk dan obat-obatan. Untuk mebiayai ini semua,
biasanya para petani disini mulai menggadaikan harta yang mereka miliki seperti
Emas bahkan BPKB motor. Tidak semua orang masih memiliki simpanan dari hasil
panen tembakau dikaeranakan panen tembakau dengan menunggu hujan turun itu
memiliki jarak yang cukup lama. Mereka juga menggunakan hasil panen tembakau
untuk membiayai kehidupan sehari-hari, karena tidak semua petani memiliki
penghasilan tetap.
Butuh waktu 4
bulan untuk menuai hasil dari proses pembibitan benih padi sampai panen padi. Jika
panen tentu kita kan berfikir petani akan memperoleh hasil banyak dan kehidupan
mereka akan tercukupi. Namun itu hanya ekspektasi, realitanya setelah panen
mereka harus menjual padinya dengan harga yang sangat murah demi membayar
hutang-hutang biaya selama penanaman padi seperti menebus emas-emas yang mereka
gadaikan.
Bayangkan saja harga 1 kwintal padi dibeli
dengan harga dibawah 400 ribu. Harga yang sangat murah. Sebanding dengan harga
makan 3 atau 4 orang di Pizza Hutt. Sangat tidak sebanding bukan ? Bukankah petani
juga butuh kesejahteraan ? andai saja harga padi dinaikkan seharga 500 rb per
kw, bagaimana senangnya para petani ? Hutang biaya penanaman padi dan biaya untuk
mencukupi kehidupan sehari-hari akan terpenuhi. Mereka terpaksa menjual hasil
pertanian mereka karena terlilit hutang dan biaya kehidupan yang lain.
Untuk mencukupi
kebutuhan, beberapa masyarakat Jerowaru khususnya di desa Sukadamai belakangan
ini mencoba menamam cabai merah keriting. Harga cabai inipun tidak pernah
stabil, saat cabai mahal, harga cabai keriting ini sampai 28rb/kg, tetapi
sekarang harga teakhir ketika saya menemai ibu saya menjual cabai seharga
(27/5) 8rb/kg. Bahkan harga pernah sampai 2rb/kg. Seharga Karcis sepeda motor
di Lombok Epicentrum Mall. Harga yang tidak manusiawi L jerih payah petani dihargakan
serendah itu.
Melihat nasib
para petani tersebut, sepertinya para petani tidak diperhatikan
kesejahterannya. Bukankah petani itu tonggak kehidupan ? lantas adilkah tonggak
kehidupan diperlakuakn seperti itu ? walaupun harga hasil pertanian yang tak
sberapa, para petani ini tetap sabar. Mereka
bisa apa ? mereka tidak mempunyai power. Bahkan ada seorang warga yang saya
mengatakan “tidak apa-apa harga cabai merah 2 atau 3rb/kg, yang penting ada
pakai anak sekolah belanja.
Apakah petani
tidak boleh hidup berkecukupan ? apakah petani harus berada pada kurva dibawah
normal ?
Di hari peringatan
pancasila ini, saya mewakili para petani ingin menyampaikan aspirasi dari
masyarakat bawah. Saya tidak tahu ini tanggung jawab siapa ? berikan
kesejahteraan buat kami. Jangan jadikan petani semakin miskin. Stabilkan harga,
sekali-kali para penguasa dan orang-orang kaya turun berbaur dengan petani,
agar kalian mengetahui bagaimana sulit hidup para petani. Petani itu tidak menuntut menjadi orang kaya,
stabilkan harga agar hidup kami berkecukupan saja sudah cukup J
Lantas apa hubungan hari pancasila dengan nasib petani ? pancasila adalah dasar negara, sebagai pedoman
dalam hidup bermasyarakat, khususnya di Indonesia. Terlebih dalam sila ke lima
pancasila berbunyi keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Semoga dengan
adanya hari pancasila ini, kita semua semakin menyadari makna dari
masing-masing sila. Tentunya tulisan ini dibuat sebagai masukan bagi para
pembuat kebijakan untuk lebih memperhatikan nasib petani agar sila ke lima
pancasila tidak hanya jadi symbol tetapi benar-benar menjadi pedoman.
Selamat hari
Pancasila ke 72 :)
![]() |
maafkan kealayaianku :D |
Komentar
Posting Komentar